Sabtu, 03 November 2012

GCG (Good Corporate Governance)


GCG (Good Corporate Governance)
Perkembangan konsep corporate governance sesungguhnya telah dimulai jauh sebelum isu corporate governance menjadi kosakata paling hangat di kalangan eksekutif bisnis. Banyak terdapat definisi yang digunakan untuk memberikan gambaran tentang corporate governance, yang diberikan baik oleh perorangan (individual) maupun institusi (institutional). Adapun institusi yang memberikan definisi atas corporate governance antara lain adalah Forum for Corporate Governance in Indonesian (FCGI) danOrganizaton for Economic Cooperation and Development (OECD).
Berikut beberapa definisi GCG baik menurut institusi maupun individu:
a. FCGI mendefinisikan corporate governance yang disadur dari Cadbury Committee of United Kingdom sebagai:
…..Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara Pemegang Saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuancorporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). (FCGI, 2006)
b. ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu accountability, transparency, predictability dan participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut, GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang, tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
c. Bank Dunia memberikan definisi GCG sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. (Effendi, 2008)
d. Sementara Syakhroza (2003) mendefinisikan GCG sebagai suatu mekanisme tata kelola organisasi secara baik dalam melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis ataupun produktif dengan prinsip-prinsip terbuka, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independen, dan adil dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Lantas bagaimana dengan definsi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai ‘pengaturan’. Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut ‘tata pamong’ atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dalam terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia yang benar.
Kemudian, GCG ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan dan norma yang berlaku.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance atau GCG merupakan :
* Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis antara peran dewan Komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan para stakeholder lainnya.
* Suatu sistem pengecekan, perimbangan kewenangan atas pengandalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang : pengelolaan salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
* Suatu prose yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.
Pemicu Timbulnya Corporate Governance.
Timbulnya berbagai skandal besar yang menimpa perusahaan-perusahaan baik di Inggris maupun Amerika Serikat pada tahun 1980an berupa berkembangnya budaya serakah dan pengambilalihan perusahaan secara agresif lebih menyadarkan orang akan perlunya sistem tata-kelola ini. Bagaimanapun juga dalam suatu perusahaan selalu saja terjadi pertarungan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab kolektif, dan inilah sentral dari pengaturan yang menjadi obyek corporate governance. Suatu lembaga itu tidak mempunyai jiwa, sedangkan yang mempunyai adalah orang-orang yang bekerja di dalamnya, yang dipengaruhi oleh interaksi dalam mengejar kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.
Pada tahun 1992 misalnya masyarakat industri otomotif Jepang mengkritik industri otomotif Amerika Serikat yang memberikan gaji terlalu tinggi pada para eksekutifnya. Bahkan ketika resesi pada tahun 1989, gaji mereka terus meningkat sebesar rata-rata 6,7% sedangkan nilai pemegang saham pada waktu yang sama merosot sebesar 9%. Untuk itu diperlukan suatu tata-kelola perusahaan yang jelas dan bertanggung jawab.
Tadinya faham corporate governance hanya berkembang di negara-negara berbahasa Inggris seperti Inggris dan Amerika, tetapi segera pula berkembang di negara-negara lain.

Prinsip-prinsip Corporate Governance dan Pedoman Pokok Pelaksanaan
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006)
Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perndang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement).
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab. (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006)
Banyak negara sudah berusaha mengembangkan dan memperbaiki sistem dunia usahanya dengan memasukkan prinsip-prinsip corporate governance. Hal tersebut dilakukan antara lain, baik dengan mengacu kepada pedoman atau standar yang secara internasional dibuat ataupun dengan mendirikan dan membentuk komite atau badan tersendiri yang antara lain berfungsi membuat pedoman corporate governance. Misalnya Bank Dunia, Organization of Economic Cooperation and Development(OECD), California Public Employees Retirement System (CalPERS) dan di Indonesia adalah Forum For Corporate Governance in Indonesia (FCGI) yang merupakan lembaga-lembaga yang telah memberikan perhatian yang besar terhadap corporate governance dan telah mengeluarkan suatu pedoman. Di Indonesia juga telah dibentuk suatu komite yang membidangigood corporate governance, yakni Komite Nasional Kebijakan Governance(KNKG).
Tujuan dari dibentuknya KNKG ini adalah untuk menjaga kesinambungan program corporate governance sehingga dapat menarik minat berusaha dan berinvestasi, pengusaha domestik maupun internasional. Komite Nasional mengembangkan suatu rekomendasi tentangcorporate governance yang meliputi: a) pembuatan pedoman good corporate governance, termasuk mensosialisasikan pedoman tersebut, b) struktur dan mekanisme peraturan untuk membantu pelaksanaan pedoman tersebut, c) membantu pendirian institusi-institusi, baik permanen maupun sementara untuk membantu pelaksanaan pedoman.


Prinsip-prinsip Dasar Corporate Governance
Sejak diperkenalkan oleh OECD, prinsip-prinsip corporate governancetersebut dijadikan acuan oleh banyak negara di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut disusun seuniversal mungkin, sehingga dapat dijadikan acuan bagi semua negara atau perusahaan dan dapat diselaraskan dengan sistem hukum, aturan, atau nilai yang berlaku di negara masing-masing. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal prinsip-prinsip ini dapat menjadi guidance atau pedoman dalam mengelaborasi best practicesbagi peningkatan nilai (valuation) dan keberlangsungan (sustainability) perusahaan.
Prinsip-prinsip OECD mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Perlindungan terhadap hak-hak Pemegang Saham (The rights of shareholders and key ownership functions)
Adapun hak-hak Pemegang Saham yang dimaksudkan disini adalah hak untuk (1) menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan, (2) mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya, (3) memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur, (4) ikut berperan dan memberikan suara dalam rapat umum pemegang saham, dan (5) memilih anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta (6) memperoleh pembagian keuntungan perusahaan. Kerangka yang dibangun dalam suatu negara mengenai corporate governance harus mampu melindungi hak-hak tersebut.
2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham (Equitable treatment of shareholders)
Seluruh Pemegang Saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan penggantian atau perbaikan (redress) atas pelanggaran dari hak-hak Pemegang Saham. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang praktek-praktek perdagangan orang dalam (insider trading) dan mengharuskan anggota Direksi untuk melakukan keterbukaan apabila menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest). Kerangka yang dibangun oleh suatu negara mengenai corporate governance harus mampu menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh Pemegang Saham, termasuk Pemegang Saham minoritas dan asing.
3. Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The role of stakeholders)
Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate governance harus memberikan pengakuan terhadap hak-hakstakeholders seperti yang ditentukan dalam undang-undang, dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan parastakeholders tersebut dalam rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan kesinambungan usaha. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk mekanisme yang mengakomodasi peran stakeholdersdalam meningkatkan kinerja perusahaan. Perusahaan juga diharuskan membuka akses informasi yang relevan bagi kalangan stakeholders yang ikut berperan dalam proses corporate governance.
4. Keterbukaan dan transparansi (Disclosure & transparency)
Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan informasi yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Dalam pengungkapan informasi ini termasuk adalah informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Di samping itu informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen perusahaan juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan perusahaan untuk memberikan jaminan atas penyusunan dan penyajian informasi.
5. Akuntabilitas Dewan Komisaris (The responsibility of the board)
Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dan Direksi, serta akuntabilitas Dewan Komisaris dan Direksi terhadap perusahaan dan Pemegang Saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh Dewan Komisaris dan Direksi beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada Pemegang Saham dan stakeholders lainnya.
Berdasarkan prinsip-prinsip dasar GCG di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 (empat) unsur penting dalam corporate governance (OECDBusiness Sector Advisory Group on Corporate Governance, 1998), yaitu:
1. Fairness (Keadilan)
Menjamin perlindungan hak-hak para Pemegang Saham, termasuk hak-hak Pemegang Saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
2. Transparency (Transparansi)
Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.
3. Accountability (Akuntabilitas)
Menjelaskan peran dan tanggung jawab serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan Pemegang Saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris (dalam two tiers system)
4. Responsibility (Pertanggung jawaban)
Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial. (FCGI, 2006)
BUMN menambah satu lagi prinsip tersebut yaitu:
5. Independency (Independensi)
Memastikan tidak adanya campur tangan pihak diluar lingkungan perusahaan terhadap berbagai keputusan yang diambil perusahaan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar